Bagi para traveler, Mei tahun ini menjadi bulan yang meyenangkan. Pasalnya, banyak tanggal merah betebaran. Well, aku juga nggak mau dong menyia-nyiakan tanggal-tanggal merah itu dengan berdiam diri aja di rumah. Kuputuskan untuk sejenak beranjak dari rutinitas dan pergi berlibur.
Yang menarik dari liburan kali ini adalah semuanya dipersiapkan secara dadakan. Bahkan, bisa dibilang tidak ada persiapan sama sekali. Awalnya nih, aku cuma lihat-lihat foto temen di facebook waktu mereka liburan si Sikunir lalu kutunjukkan pada beberapa teman sekantor. Udah lama sih sebenernya aku pengen ke sana, cuma belum ada waktu, biaya, sama temen yang mau diajak. Eh, ternyata… temen-temen sekantorku ini tertarik juga dan singkat cerita, berangkatlah kami ke Dieng.
Kami berempat (cewek semua) pun memutuskan untuk liburan semi-backpacker. Alasannya, itu kali pertama kami melakukan perjalanan wisata sendiri (tanpa ortu atau orang yang mengkoordinir). The cost was more expensive but we’re looking for safety and comfort.
Tanggal 25 pagi kami berangkat dari terminal Condong Catur, Jogja menggunakan shuttle bus Sumber Alam. Kira-kira jam 9 kami berangkat dan setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, kami sampai di kota Wonosobo — pemberhentian pertama sebelum ke Dieng. Tak lama kemudian kami dijemput oleh tour guide, yang sudah kami sewa sebelumnya. Karena perut kosong, kami pun minta diantarkan ke warung makan.
Setelah kenyang, kami pun diantar ke homestay di mana kami akan menginap. Dalam perjalanan, kami disambut hujan deras. This was something which I couldn’t see in Jogja, which is very hot lately. Dan karena hujan itu pula, kami hanya menghabiskan malam di kamar homestay.
Jam 2 pagi kami semua bangun karena kami harus berangkat ke Sikunir jam 3. Kami nggak mandi, tentu saja, bukan hanya karena itu masih terlalu pagi, tapi karena air dan cuacanya begitu dingin. And we went to Sikunir right at 3 o’clock. The road was very narrow, dark, and quiet. And thanks God we had a skilled driver — we barely could see the road because of the thick fog.
It took 30 minutes from Wonosobo to Sikunir, so we arrived there at half four in the morning. And believe me, it’s sooo cold there. I’ve already worn 3 layers of clothes — t-shirt, jumper, and thick jacket — but I still felt the cold.
Setelah tubuh mulai terbiasa dengan cuaca di sana, kami berempat pun naik ke bukit Sikunir ditemani tour guide kami. Berbekal senter di tangan, kami memulai perjalanan naik bukit kami bersama dengan para pendaki yang lain. Karena sudah jarang berolahraga, dan pendakian terakhirku adalah ketika SMA, praktis — walau ini cuma naik bukit — napas mulai ngos-ngosan walau baru setengah perjalanan. Pendakian makin terasa berat ketika trek mulai menanjak dan tidak bersahabat. The track was slippery because of the rain the night before. Alhasil kami harus berhenti beberapa kali selama pendakian — mengumpulkan tenaga. However, perjalanan yang cukup melelahkan itu terbayar ketika kami mencapai puncak. Apalagi ketika kami bisa melihat si golden sunrise secara langsung. It was an amazing moment.
Kira-kira jam setengah 7 kami turun lalu melanjutkan perjalanan ke Telaga Warna. Untuk masuk obyek wisata Telaga Warna ini kami harus mengeluarkan uang sebanyak 2K per orang — harga yang sangat murah menurutku. Selain bisa melihat Telaga Warna yang berwarna biru-kehijauan, kami juga bisa melihat Telaga Pengilon — yang letaknya tepat di belakangnya — serta gua-gua yang berada di sekitar Telaga Warna.
Setelah puas berkeliling-keliling Telaga Warna, kami pun melanjutkan perjalanan ke Kawah Sikidang. Di sana kami harus membeli tiket seharga 10K, yang merupakan tiket terusan ke kawasan Candi Dieng.Tidak banyak yang bisa dilihat di sini, hanya kumpulan kawah-kawah kecil dan sebuah kawah besar. Bagi yang punya penciuman sensitif, Kawah Sikidang ini mungkin bukan obyek wisata yang recommended sebab bau belerang/sulfur di sini sangat menusuk — seperti bau telur busuk.
Kami tidak lama berada di kawasan kawah Sikidang — karena bau belerangnya benar-benar menusuk hidung. Setelah berfoto-foto sebentar, kami lalu menuju kompleks Candi Dieng. Karena sudah beli tiket terusan tadi, kami tidak perlu beli tiket lagi dan tinggal menunjukkan tiket yang sudah kami beli tadi. Walau tidak sebesar Borobudur dan tidak semegah Prambanan, candi-candi di kawasan Candi Dieng ini punya daya tarik tersendiri. Cuaca yang dingin dan banyaknya pepohonan dan taman yang cantik di sekitar candi, membuat pengunjung betah bermain-main di sana. Uniknya lagi, selain candi-candi yang berdiri kokoh di sana, masih ada beberapa candi lain yang masih dalam proses ekskavasi (penggalian). Jadi, bagi para arkeolog, kawasan Candi Dieng ini merupakan obyek yang menarik.
Our vacation wasn’t ended there. Dari kawasan candi, kami diajak ke sebuah kebun teh. It was my first time. And it was awesome. Dari sana kami juga bisa melihat telaga Menjer — sebuah telaga buatan yang digunakan untuk irigasi — dari atas. Katanya, kalau mau, kami bisa wisata naik perahu mengelilingi telaga. Tapi karena sudah siang dan kami sudah lapar, kami memutuskan untuk pulang saja.
Dan benar saja, jam 12, sesampainya kami di homestay kami langsung disuguhi makan siang. Tanpa malu-malu kami langsung menyantap habis nasi, sop, tempe, dan ayam goreng yang disajikan di meja makan. Perut kenyang, kami pun kembali ke kamar untuk beristirahat. Beberapa dari kami ada yang langsung mandi, ada pula yang memilih untuk tidur.
Setelah packing, kira-kira jam 3 sore kami check out. Masih diantar tour guide kami, sebelum pulang kami mampir beli oleh-oleh. Nah, karena malam sebelumnya kami tidak sempat muter-muter kota Wonosobo, sore itu, sebagai obat kecewa, kami menyempatkan diri berfoto di depan alun-alun kota Wonosobo — sebagai pengingat saja kalau kami pernah berkunjung ke sana.
Dari alun-alun kami lalu diantar ke pool-nya Sumber Alam, yang ternyata letaknya tidak jauh dari alun-alun. Jam lima lebih sedikit, shuttle bus menuju Jogja berangkat dan berakhir pulalah wisata kami. Tepat pukul 8 malam kami sampai di terminal Condong Catur, Jogja. Lalu dengan Trans Jogja, kami pun pulang ke kos kami masing-masing.
Nah, buat kalian-kalian yang pengen juga berwisata kayak kita, ini nih rincian biayanya:
- Transportasi dalam kota (Trans Jogja) PP = 6K
- Transportasi Jogja-Wonosobo PP = 90K
- Penginapan/homestay + makan = 200K/4 orang (1 kamar, 2 bed)
- Sewa mobil + tour guide = 500K/4 orang
- HTM Telaga Warna = 2K
- HTM Kawah + Candi = 10K
Total biaya (1 orang) = 283K*
*Belum termasuk beli oleh-oleh dan makan di luar homestay